SATU

SATU

Rabu, 13 Februari 2013

Mengulik sejarah GALUH TIMUR

GALUH TIMUR. Tidak salah jika
membaca nama itu langsung
mengasosiasikannya dengan Sunda.
Sebab, nama itu memang berbau
Sunda. Galuh lazim dipakai untuk
nama mojang (gadis) Sunda.
Namun jika mengira desa Galuh
Timur adalah salah satu kawasan
yang dihuni warga Sunda (berbahasa
pergaulan Sunda), sudah pasti
meleset.
Galuh Timur merupakan salah satu
desa yang termasuk dalam wilayah
kecamatan Tonjong kabupaten
Brebes, Jawa Tengah. Dengan luas
wilayah 1.436 ha yang terdiri dari
beberapa perdukuhan, yaitu: Galuh
Timur 1, Sabrang Kulon (meliputi
Kedawung, Pulo Bali, dan Karang
Genting), Karang Asem, Kali Pucung,
Kali Rau, Dukuh Tiong, dukuh
Tengah, Ketabasa, serta Makam
Dawa.
Adapun batas-batas wilayah Galuh
Timur di sebelah timur adalah
kelurahan Linggapura, sebelah barat
desa Kalinusu Kecamatan Bumiayu
dan desa Pangarasan Kecamatan
Bantarkawung, dan di sebelah selatan
desa Kalijurang Kecamatan Tonjong,
serta sebelah utara desa Tonjong dan
Kutamendala Kecamatan Tonjong.
“Galuh” berasal dari bahasa
Sansakerta yang berarti sejenis batu
permata. Kata “galuh” juga biasa
digunakan sebagai sebutan bagi ratu
yang belum menikah (“raja puteri”).
Sejarawan W.J. van der Meulen
berpendapat bahwa kata “galuh”
berasal dari kata “sakaloh” yang
berarti “asalnya dari sungai”. Ada
pula pendapat yang menyatakan,
bahwa kata “galuh” berasal dari kata
“galeuh” atau "galih" dalam arti inti
atau bagian tengah batang kayu yang
paling keras. lalu pengertian mana
yang tepat dari kata “galuh” untuk
daerah yang sekarang bernama Galuh
Timur?
Walaupun tidak dihuni warga sunda,
Galuh Timur juga dikaitkan dengan
legenda zaman kerajaan. Menurut
penuturan dari bapak H.M Yusuf
(kepala desa galuh timur) yang
mengutip dari legenda turun temurun
menceritakan, bahwa nama Galuh
diambil dari nama seorang putri raja
asal kerajaan Sumedang yang
melancong dan kecantol pemuda
gagah di desa tersebut.''Dulu pernah
ada putri Raja Sumedang melancong
ke sini, dan akhirnya tertarik dengan
pemuda gagah dan tampan. Mereka
nekat kawin lari, walau tak
mendapat restu raja. Akhirnya, sang
raja murka dan menjatuhkan
kutukan.''
Senjata pusaka raja berupa golok
dilemparkan dari Sumedang meluncur
sampai ke desa tempat pasangan
pengantin tinggal. Golok yang
berputar menerabas rumpun bambu,
hingga rantas bagian atas. ''Sampai
sekarang bambu di sebelah barat
Dukuh Makam Dawa tidak tumbuh
ke atas. Ujungnya seperti pruthul
(terpotong rata), dan gagangnya copot
hingga terlempar hingga radius +-
3km yang sekarang dijadikan situs
bernama "gagang golok".'' ujar Pak
Yusuf. (sayang sekali situs tersebut
tidak terurus, bahkan bisa dikatakan
punah).
Kelanjutan cerita, akibat kutukan
raja, anak pasangan galuh dan
pemuda berubah menjadi Ganesha
atau penduduk sini lebi akrab
menyebutnya Jawong (gajah wong),
yakni manusia berkepala gajah. Bayi
itu diasingkan di hutan dibekali
sepasang golek emas. Pengasuhnya
kaki Ulang dan Nini Nyai Alung.
Kawasan hutan itu di kemudian hari
mendapat sebutan hutan ulang-aling.
Sekarang lokasi ini menjadi areal
hutan jati yang dikelola Perhutani.
(mengenai tentang ini silahkan
membaca harian suara merdeka edisi
rabu, 17 Desember 2003 / Jawa
Tengah - Pantura. berjudul "Galuh
Timur, Desa Jawa dengan Merek
Sunda" ).
Adapun pendapat yang menyatakan
bahwa Galuh Timur termasuk dalam
sejarah kerajaan Galuh yang berdiri
pada abad ke-6 (yang sekarang masuk
wilayah kabupaten Ciamis) perlu
ditelaah kembali kebenarannya,
karena dari penelusuran yang saya
dapat tidak satupun kata atau lokasi
yang mendekati kata galuh timur.
Baik dari sejarah kerajaan maupun
dari legenda ciung wanara yang
terkenal itu. Di situ hanya dijelaskan
bahwa terdapat kerajaan kecil
semacam kadipaten bernama Galuh
Rahyang yang berlokasi di Brebes
dengan ibukotanya bernama Medang
Pangramesan. Namun apakah Galuh
Rahyang itu Galuh Timur? Saya rasa
itu memerlukan kajian yang lebih
mendalam lagi.
Juga ketika kerajaan Galuh pada
masa raja Limwa atau gajahyana
berkuasa, di situ memang diceritakan
sempat memindahkan ibukota
kerajaan ke Linggapura (lebih
tepatnya desa Raja Galuh).
Linggapura berarti gapura ata pintu
gerbang menuju ibukota kerajaan.
Jadi bukan galuh timur desa kita
seperti yang kita bayangkan selama
ini. (silahkan tanya sama mbah gugel)
.
Lalu bagaimana tentang rumor yang
berkembang bahwa di daerah
kemejing terdapat tempat yang
menyerupai kaputren (pemandian
putri raja)? sayang sekali belum
ditemukan bukti yang akurat karena
belum pernah ada yang menelitinya.
namun jika dikaitkan, tak jauh dari
situ terdapat candi Jambu, (lagi-lagi
situs tersebut tinggal nama)
Darmaguna serta Bandayuda, yang
tidak menutup kemungkina pada
zaman dahulu pernah terdapat
peradaban yang maju di daerah
tersebut.
Jangan lupakan pula tentang legenda
Lebak Larang yang menceritakan
bahwa masyarakat pribumi Galuh
Timur yang keturunan raja Galuh
dilarang menyantap daging
menjangan karena telah
menyelamatkan anak sang putri. yang
sampai mana pantangan tersebut
masih dipercayai oleh sebagian besar
masyarakat kita.
Inilah sekelumit tentang sejarah
Galuh Timur yang dapat saya
rangkum hasil penelusuran dari
berbagai sumber yang menurut saya
masih menjadi misteri besar karena
baik menurut cerita pak lurah
maupun legenda Lebak Larang
masing-masing mempunyai angle
yang berbeda, jika ada yang
mengetahui lebih detail tentang asal
usul Galuh Timur di mohon sudi
kiranya untuk berbagi dan menambah
data yang lebih banyak lagi demi
meluruskan sejarah tanah tumpah
darah kita yang tercinta ini

Rabu, 06 Februari 2013

PILKADES

Perolehan suara pilkades galuhtimur
1. Abdul hanip : 183 suara
2. H.Masrur : 167 suara
3. Sobandi : 1.431 suara
4. Busro : 800 suara
5. Daroji : 989 suara
selamat kepada bapak sobandi yg terpilih
menjadi kades galuhtimur, semoga sukses